Sunday, October 21, 2012

UNDERGROUND ECONOMY Mendominasi Perekonomian Indonesia


Berantas korupsi, illegal logging, pengemplang pajak, white collar crime perbankan, atau kejahatan menggerogoti keuangan negara. Selain itu perlu perbaikan secara menyeluruh untuk atasi kesenjangan ekonomi, termasuk dominasi ekonomi bawah tanah/underground economy.
Apa itu underground economy? Underground economy mencakup kegiatan-kegiatan ekonomi baik legal maupun illegal yang tidak dilaporkan. Diantara aktifitas illegal mencakup pasar illegal, dimana barang dan jasa diproduksi, diperjualbelikan dan dikonsumsi secara illegal. Aktifitas ini dikategorikan illegal karena secara hukum memang tidak dibenarkan misalnya: peredaran obat terlarang atau aktifitas prostitusi. Sedangkan aktifitas legal yang termasuk underground economy berupa barang dan jasa legal yang diperjualbelikan dibawah kondisi illegal.
Dapat saya contohkan misalnya sektor konstruksi yang mempekerjakan karyawan yang tidak berlisensi atau tidak memiliki sertifikasi. Aktivitas yang legal menjadi masuk dalam underground economy karena memang terlewat tidak tercatat atau tidak dilaporkan ke dalam PDB. Kondisi tidak tercatat ini oleh ahli ekonomi sering disebut sebagai Unrecorded Hidden Economy. Kegiatan ekonomi diukur dengan uang, dan tercatat dalam laporan keuangan negara, misalnya tercantum dalam GDP suatu negara.

Unrecorded Economy sendiri dalam paper, jurnal maupun tesis lebih sering kita dengar sebagi Underground, Black Economy dan Shadow Economy. Transaksi yang tidak terlapor seperti illegal logging, illegal mining, aktifiitas penyelundupan indikasi terjadinya underground economy. Semakin maju suatu negara, yang diindikasikan dengan terjaminnya kepastian hukum dan rendahnya pajak maka underground economy akan berkurang. Sebaliknya di negara-negara berkembang, besaranya lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara maju, sebab underground economy adalah; tingginya beban pajak, penegakan hukum, transfer sosial dan ketidakpercayaan terhadap lembaga publik. Diyakini bahwa makin baik kualitas institusi menjalankan peraturan akan makin kecil angka ekonomi bawah tanah/underground economy.
Underground economy yang unrecorded dlm pendapatan nasional, makin membuat keberadaaan angka2 makro ekonomi Indonesia mengalami kerancuan. Hal ini membuat perhitungan angka-angka statistik tidak realistis, apa yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan yg ada di lapangan. Membesarnya underground economy juga membuat kesalahan angka statistik, dan tentunya mengakibatkan salah memprediksi atau membuat kebijakan. PDB hanya mencatat kegiatan ekonomi formal. Warteg, PRT, asongan, pedagang eceran, dan kegiatan ekonomi informal tidak tercatat pada PDB.
Bagi pemerintah, jelas underground economy ini akan merugikan, karena pajak yang seharusnya dapat diperoleh menjadi tidak tercapai. Tak mengherankan sejak Indonesia merdeka rasio penerimaan pajak kita baru mencapai dikisaran angka 12, 13 dan 13,5 persen GDP. Berbeda sekali dengan negara semacam Denmark dan Swedia yang telah lama mempersembahkan negaranya sbg welfare state bagi rakyatnya. Tahun 2005 saja potensi kehilangan pendapatan akibat underground economy seperti illegal mining, logging, dan fishing sebesar 263 triliun.
Bagaimanapun transaksi yang tergolong underground mudah sekali terjadi di Indonesia. Pemerintah sulit mendeteksi karena span of control. Pengalihan BBM ke gas juga bisa menimbulkan underground economy. Transaksi tidak terdeteksi, karena ada yang menjual ke yang tidak layak. Biasanya pelaku underground economy lebih menyukai penggunaan uang kartal karena lebih sulit dilacak oleh aparat negara. Ciri-cirinya jika aktivitas underground economy meningkat, maka permintaan terhadap uang kartal pun semakin meningkat.
Underground economy sendiri dampaknya bisa positif atau negatif bergantung pada ciri dan besaran yang paling dominan. Underground economy akan berdampak positif yaitu sebagai sektor pencipta kesempatan kerja yang dimungkinkan beroperasi secara efisien. Dikatakan efisien karena struktur biaya lebih rendah jika dibandingkan dengan sektor formal sehingga daya beli masyarakat lebih tinggi.
Underground economy akan berdampak negatif bagi para pembuat kebijakan makro, tingginya underground economy menyebabkan banyak aktivitas yang tidak tercatat dan tidak terlaporkan sehingga data makro yang dirilis tidak mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
Dilihat dari sisi mikro, membuat kondisi persaingan yang tidak sehat yaitu condong tidak bayar pajak dan tidak mengikuti regulasi pemerintah. sehingga penerimaan pemerintah lebih kecil dari semestinya yang pada akhirnya menurunkan investasi infrastruktur sektor publik. Dapat disimpulkan bahwa semakin besar underground economy akan semakin mempersulit pengambilan kebijakan oleh pemerintah.
Maka perlu perbaikan secara menyeluruh guna mengatasi permasalahan Underground Economy ini. Pertumbuhan ekonomi sudah semestinya diikuti kesejahteraan masyarakat, dengan salah satu ciri underground economy menurun drastis. Diperlukan identifikasi faktor penyebab tumbuhnya underground economy baik yang legal maupun ilegal, agar penanganannya dapat optimal.
Underground economy juga menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak terutama pajak penghasilan. Oleh karena itu pemerintah melalui berbagai institusi keuangannya harus memikirkan cara dan terobosan untuk mengurangi underground economy. Underground economy harus bisa dirubah menjadi aktivitas kegiatan ekonomi yang legal dan tercatat dalam sistem keuangan. Sehingga atas aktivitas2 ekonomi tersebut dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mari kita mulai untuk menjauhi transaksi2 yang ilegal dan tidak tercatat.. penuhi kewajiban sebagai warga negara yg taat pajak. Kunci keberhasilannya memang perlu pendekatan, kendati juga butuh keteladanan para pemimpin dalam menyejahterakan rakyat.. Sekian

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...