Tentunya
kita masih ingat dengan insiden pengusiran dan penyerangan rombongan Ketua Umum
Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro oleh
kader Partai Demokrat di Bandara Babullah, Ternate, Maluku Utara, tanggal 24/5/2012.
Tak tanggung-tanggung sampai BIN pun ikut ambil bagian dalam mengusut insiden
tersebut. Sebelumnya Kapolri pun sudah ambil bagian dalam menyelidiki insiden
dan siapa-siapa dibalik massa yang melakukan pengusiran dan penyerangan
terhadap rombongan elit Partai Demokrat tersebut.
Dan sepertinya kini
penyidikan tersebut berbuah manis. Bahkan balasan atas tindakan tidak
menyenangkan yang diterima sang pangeran pun berupa status tersangka, bukan
atas perkara pengusiran dan penyerangan tersebut tetapi atas kasus Korupsi.
Akibat kurang
perhitungan dan kurang cermat melihat kelemahan diri sendiri sebelum melakukan
tindakan tidak menyenangkan terhadap Anas dan Ibas akhirnya menjadi bumerang
yang kini menyebabkan dirinya sendiri terjerat perkara korupsi dan telah jadi
target harus masuk kandang secepatnya.
Tindakan tak
menyenangkan Thaib Armaiyn terhadap Anas dan Ibas secara langsung atau tidak
langsung membuahkan status tersangka bagi gubernur Thaib Armaiyn atas dugaan
korupsi APBD tahun 2004 pada pos anggaran dana tak terduga (DTT). Surat
pencekalan sudah dikeluarkan Bareskrim awal Oktober dan izin penahanan sudah
dimintakan kepada Presiden SBY. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Gubernur Malut ‘dijerat’
beberapa saat setelah selesainya acara “sail morotai” yang luar biasa itu?
Tentunya sekelumit
cerita diatas menunjukkan bahwa Anas memiliki kekuatan luar biasa yang susah
dicari cara untuk melawannya. Dengan sumber daya manusia yang juga luar biasa
dibarisan belakangnya, tentunya tak mudah untuk menumbangkan atau melucuti
kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki oleh Anas.
Andi, juga tak kalah
luar biasanya dengan Anas. Dengan menduduki posisi sebagai Menteri, yang
sebelumnya juga menjadi bagian elit Istana Negara, tentunya telah memberikan
kekuatan dan suber daya kekuasaan yang sangat kuat. Ketika masih menjadi
pengamat politik, Andi adalah seseorang yang sepertinya banyak tau. Tetapi
sangat mengherankan ketika kini Andi mengaku tidak tau apa-apa tentang proses
terjadinya penyelewengan dan penyimpangan terkait Hambalang. Jangan-jangan Andi
bukan banyak tau tapi lebih tepat disebut ‘Sok tau’?.
Terkait Kasus Hambalang, berdasarkan hasil audit investigasi
BPK telah terjadi pelanggaran yang dilakukan Wafid Muharam karena menetapkan
pemenang lelang proyek Hambalang dengan nilai kontrak di atas Rp50 miliar tanpa
memperoleh pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari Menpora sehingga
melanggar Keppres 80 Tahun 2003.
BPK juga mengatakan Menpora Andi Malarangeng diduga
terindikasi melakukan pembiaran terhadap Wafid Muharam yang melaksanakan
wewenang Menpora tersebut dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan
seperti diatur dalam PP 60 Tahun 2008. Nah di sinilah perubahan Andi
Malarangeng dari orang yang banyak tau menjadi orang yang tidak banyak tau
dengan mengatakan tidak tau tentang hal tersebut. Berulangkali Andi mengatakan
“siapapun yang melakukan penyimpangan-penyimpangan harus bertanggung jawab
secara hukum.”
Andi sepertinya sudah melempar handuk dan mengangkat tangan
untuk segera diproses hukum dan dijadikan tersangka karena berdasarkan hasil
audit investigasi namanya termasuk dalam daftar pihak-pihak yang disebut dalam
laporan audit BPK tersebut yang diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp
243.66 miliar.
KPK sudah terlalu lama melakukan ‘buying time’ dengan
menggunakan atau mengeluarkan strategi anak tangga, dengan menjadikan tersangka
Deddy Kusdinar, tanpa dilakukan penahanan. Bahkan sampai sekarang belum jelas
kapan para anak tangga lainnya tersebut dijadikan tersangka, ditangkap, dan
ditahan, padahal peran mereka-mereka dalam korupsi Hambalang sudah jelas dan
terang benderang.
Sepertinya KPK segan menyentuh Anas dan
Andi karena mereka berdua berada di pusat kekuasaan, jika memang demikian
adanya, KPK masih memiliki opsi untuk menjadikan tersangka pihak-pihak lain
yang bukan termasuk dalam pusat kekuasaan namun telah jelas peranannya sesuai
laporan audit BPK seperti pejabat-pejabat di Kemenpora, di BPN, di Kemeterian
Keuangan, Anggota DPR RI Komisi XI dan Kontraktor pelaksana proyek.
Jadikan saja mereka menjadi tersangka dan masukkan mereka ke dalam tahanan agar
masyarakat masih tetap dapat menaruh harapan ke pundak KPK.
Sekarang, semakin terbukti bahwa proyek
Hambalang merupakan proyek korupsi yang telah melalui pengaturan dan
persekongkolan para elit dalam rangka menggaruk uang rakyat melalui proyek yang
dibiayai oleh APBN. Dan nilai kerugian negara teramat besar seperti yang
dinyataan BPK bahwa kasus korupsi proyek Hambalang telah merugikan negara
sedikitnya Rp. 243,6 miliar. Terkuak pula bahwa telah terjadi aliran dana tidak
wajar di proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional
(P3SON) Hambalang, atau disingkat proyek Hambalang itu termasuk kerugian negara
dari penyimpangan pembayaran uang muka proyek yang diterima oleh Perusahaan
milik Istri Anas Urbaningrum sebesar Rp 63 miliar
dari PT Adhi Karya ke PT Dutasari Citralaras.
Kini masih bisakah Anas menghindar lagi?
Dengan cara bagaimanakah Anas akan berkelit? Apakah Anas akan menyebut laporan
hasil investigasi BPK itu juga hanya kisah fiksi belaka? Bagaimana juga dengan
Andi Mallarangeng yang diduga sebagai aktor utama kasus Hambalang?
Saya yakin dan teramat yakin bahwa kini
kedua pemuda luar biasa tersebut sedang mengerahkan segala daya dan upaya
termasuk didalamnya kekuatan, kekuasaan dan sumber daya manusia yang masuk
dalam barisan pendukungnya untuk menemukan cara berkelit dan menghindar dari
bidikan KPK. Ini akan membuat KPK kesulitan, tetapi saya juga yakin bahwa
puluhan petugas investigasi KPK yang dibekali alat sadap di punggungnya akan
menemukan hubungan dan bukti-bukti dugaan keterlibatan dua pemuda luar biasa
ini dalam korupsi Hambalang.
No comments:
Post a Comment