Catatan ini diambil dari
"Blunder Kasus Cicak Versus Buaya"
by @STNatanegara pada link http://chirpstory.com/li/15712
Jika sebuah institusi rawan atau bahkan mengidap
kompilasi penyakit stadium 5 bernama kejahatan istimewa (extra ordinary crime) bagaimana
mungkin institusi itu masih kapabel untuk diandalkan melawan dan memberantas
kejahatan terutama kejahatan kerah putih?.
Kasus rekening gendut dan mafia pajak merupakan sampel
kasus yg tdk terselesaikan sebelum kasus Korlantas yang melibatkan petinggi
Polri.
Kasus di wilayah Korlantas yang melibatkan beberapa
oknum Polri itu masihlah sampel kecil. Bukan tdk mungkin yg gurita jauh lebih
banyak. Pengedaran narkoba, korupsi, pembalakan hutan (illegal logging),
illegal fishing, dan kejahatan bernilai `uang besar' lainnya sbg contoh.
Irjen Pol Drs Djoko Susilo, mantan Kakorlantas,
dikenal sebagai perwira tinggi Polri, calon Kapolri di masa datang dg karir
cemerlang. Irjen Djoko Susilo telah telanjang mata berbuat korupsi dengan
menguntungkan bukan hanya pribadinya selaku pejabat negara (Kakorlantas). Ia
juga telah menguntungkan orang lain sehingga negara dirugikan ratusan miliar
rupiah. Ditukar dengan barang yang diragukan kualitasnya. Perbuatan Djoko
sebagai pelaku korupsi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi.
Polri membiarkan kasus yang terlihat jelas ini
berlangsung begitu saja di tengah masyarakat sehingga di "ambush"
dengan mudahnya oleh KPK. Polri terkaget-kaget setelah Djoko Susilo yang saat
ini menjabat Gubernur Akademi Kepolisian dinyatakan sebagai tersangka utama
oleh KPK. Walaupun Polri menyebut dirinya sudah menangani kasus ini sejak
Februari lalu, tapi banyak kalangan meragukan klaim ini krn tdk ada bukti. Jika
benar, berarti barang bukti atas kasus ini yg diperebutkan dengan KPK di kantor
Korlantas Polri selama dua hari, tidak akan terjadi. Bukti itu dipastikan sudah
berada di Bareskrim Mabes Polri sejak lama. kenyataannya barang bukti tersebut
masih berada di Kakorlantas. Sehingga, patut dapat diduga oleh masyarakat dan
beberapa kalangan bahwa penanganan kasus ini baru saja berlangsung beberapa
hari sebelum kasus ini diumumkan ke publik oleh KPK bahwa irjen Djoko Susilo
sebagai tersangka pelaku korupsi.
Begitu kelihatannya jika polri "berang"
dengan sepak terjang KPK yang memporak-porandakan nama korps korlantas. bahkan
Kabareskrim. Terlihat begitu emosional ketika mengumumkan bahwa bareskrim polri
tetap menyidik kasus ini. Begitu seringnya kabareskrim berkata "saya"
dibanding "kami" ketika dihadapan wartawan. padahal kabareskrim
mewakili institusi bukan atas nama pribadi.
Keterkejutan publik atas paniknya polri disusul dengan
keterkejutan lainnya. polri demikian cepatnya menahan tersangka yang diumumkan.
Empat nama TSK yang ditahan itu adalah Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy
Rismawan, Kompol Legimo, dan Dirut PT CMMA Budi Susanto.
Seorang mantan perwira tinggi Polri merasa Polri
sekarang masih seperti di zamannya dulu, sering mengecoh masyarakat. Lebih aneh
lagi dalam pengusutan kasus ini yang dilakukan Polri, sasaran pelaku hanya
Wakil Kakorlantas Brigjen Pol Drs Didik Purnomo Msi. Padahal KPK telah
menetapkan bahwa sasaran pelaku adalah sang jenderal berkarir cemerlang dan
calon kapolri masa depan Irjen Djoko Susilo. Penyidik
KPK menyatakan Djoko Susilo sebagai TSK krn menyasar kepada petinggi Polri
lainnya yg diduga juga menikmati hasil korupsi ini. Sedangkan Penyidik Polri
menetapkan Brigjen Pol Didik Purnomo sebagai tersangka utama karena yang
bersangkutan diketahui tidak bisa menunjukkan siapa atasannya yang terlibat
lebih jauh dalam kasus ini. inilah dugaan yang berkembang di tengah masyarakat.
Spa pun yang akan dikerjakan oleh penyidik
Polri dalam mengusut kasus ini, dpt dipastikan hanya lima orang yang dijadikan
tersangka. Tidak akan ada lagi jenderal polisi yang terlibat di dalamnya
seperti yang beredar bahwa kasus ini akan menyentuh wakapolri dan irwasum.
Jika mengikuti perkembangan kasus ini
lewat KPK, mereka bisa meyakini bahwa ke depan ada tersangka baru dalam kasus
ini. Mereka yang akan dijadikan tersangka baru kemungkinan adalah mantan atasan
Djoko Susilo sewaktu ia menjabat Kakorlantas. Selain tersangka DS, seorang
jenderal berbintang *** diduga juga ikut menerima pemberian dari pengusaha. Siapa dia? publik sdh bisa tebak.
Berdasarkan keterangan Pengacara Bambang
Sukoco, Pimpinan PT. Inovasi Teknologi, Erick S. Paat, mengaku kliennya pernah
menyetor Rp 4 M ke sekretaris pribadi Kakorlantas dan Rp 16 M ke rekening
Primer Koperasi Polisi (Primkoppol). Yg menjadi pertanyaannya, Sisa kurang
lebih 100 M nya dikemanakan ya ?
Pabrik simulator SIM beralamatkan di Jalan
Gempol Sari No.89, RT 4 RW 2, Cigondewah Kaler, Bandung Kulon, Bandung, Jawa
Barat. Pabrik simulator surat izin mengemudi (SIM) yang melayani pesanan
Korlantas Polri sudah "mati" sejak tujuh bulan lalu. Manajemennya
sudah tdk ada. Karyawannya juga tdk ada. cuma ada satpam saja menjaga bangunan
berbentuk tempat tinggal ni setiap harinya.
Kuat dugaan bahwa KPK juga menemukan
indikasi korupsi kasus lain ditempat yang sama karena selain bukti2 kasus
simulator sim, KPK juga membawa bukti2 yang tdk ada hubungannya dengan kasus
simulator SIM. mungkin ini juga yang ditakutkan oleh Polri. jika benar
ditemukan kasus lainnya ditempat yang
sama, bisa "rontok" bintang2 dijajaran Polri.
Sentral carut marutnya kasus ini ada di
tangan Kabareskrim Mabes Polri Komjenpol Drs Sutarman. Bahkan cenderung beliau
melakukan blunder. Pertama, saat menghalang-halangi penyitaan yang dilakukan
KPK di Markas Korlantas Mabes Polri, Kedua, saat ngotot meneruskan penyidikan
kasus korupsi di Korlantas Mabes Polri sedangkan penyidikan itu telah ditangani
KPK. bisa jadi tidak lama lagi blunder ini akan membuat Komjen Sutarman
kehilangan jabatannya sebagai Kabareskrim Polri. Selanjutnya mari kita nikmati
saja adegan demi adegan perang "bintang" yang masih akan berlangsung
lebih seru.....
Ada 6 alasan yg membolehkan KPK mengambil
alih dalam pasal 9 UU KPK, salah satunya karena proses penyidikan itu dianggap
berlarut-larut. Polri sesuai pengakuannya telah sejak beberapa bulan lalu
menyelidiki, namun belum juga menemukan indikasi korupsi bukankah ini
berlarut-larut?
Ibarat pertandingan tentunya harus ada
wasitnya. hanya saja kali ini siapakah wasitnya? apakah SBY ataukan natinya MK?
SBY sebagai Presiden yang sekaligus “atasan” Kapolri, bisa berinisiatif
menengahi, dengan tetap berpegang pada hukum dan patuh pada UU. Mestinya SBY
bisa memerintahkan Kapolri untuk legowo dan menyerahkan kepada KPK untuk
menyidik dugaan korupsi yang ada di instansinya. Bukankah ini sejalan dengan
semangat reformasi Polri dan juga slogan SBY untuk berdiri paling depan sebagai
Panglima melawan korupsi?.
Walaupun Kapolri telah menonaktifkan Irjen
Djoko dan brigjen Didik, tetap saja belum memuaskan publik. apalagi dengan
pertunjukan arogan yang ditunjukkan oleh Polri dengan menghalangi dan
menghambat penyidikan oleh KPK. bahkan mengintimidasi KPK.
Terakhir, dengan absensnya SBY, bisa jadi
kasus inipun hanya dijadikan sebagai pengalihan isu atas maju pesatnya
penyidikan hambalang! KPK harus memulai memikirkan untuk membentuk Tim Reaksi
Cepat yang dipersenjatai. Biar tdk kalah cepat terus di lapangan...
No comments:
Post a Comment