Catatan ini diambil dari Catatan Harian Whistle Blower by @STNatanegara pada link http://chirpstory.com/li/15192
Susahny org lapangan, ada kejadian, dilaporkan ke yg
'berwajib', trus responnya nihil, slm tdk melibatkan nama SiBuYa aja, responya
normatif.
Kl ada konflik terbuka dengan Indonesia, negara mana
kira kira yang akan "membela" paling dahulu dan tanpa diminta ya?.
Kelihatan gampang dinalar dg logika, tpi personil di
lapangan punya beribu kendala yg sering tdk dihargai n dimengerti beberapa
kalangan.
Kalau ada the untouchable di Indonesia, maka ada juga
invisible hand di Indonesia
Harganya mahal, kita hidup di era tanpa pemimpin
selama 5 Tahun...
Lebih memilih dipimpin oleh orang yang mengerti dan
paham bagaimana mengolah data data intelijen, tanpa bertanya, "terus
gimana enaknya?"
Korupsi identik dengan kerugian negara, apakah bisa
dianggap identik dengan ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan
birokrasi? Karena ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan
birokrasi menyebabkan pengeluaran anggaran yang berlebihan dan tidak wajar yang
ujung-ujungnya juga memperkaya kelompok usaha sebagai pihak ketiga dalam
pelaksanaan dan pengeluaran APBN/APBD.
Saya contohnya beberapa kasus yang termasuk dalam
kategori ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan birokrasi
berikut...:
Kasus 1. Di Kejagung, harga kontrak pengadaan
kendaraan tahanan Kejagung yg dilaksanakan scr penunjukan langsung lbh tinggi
senilaiRp1,30 M dibandingkan dengan harga kendaraan on the road plat hitam
untuk bulan April 2009 setelah dikurangi bea balik nama (BBN) sebesar 12,5% karena
untuk kendaraan pemerintahan tidak dikenakan BBN.
Kasus 2. Di Kementerian Hukum dan HAM, terdapat aset
tetap yang tidak dimanfaatkan berupa tanah seluas 50.000.000 m² senilai Rp3,34
M dan pengadaan meubelair senilai Rp367,34 juta.
Kasus 3.
Di Kementerian Kesehatan, terdapat
pelaksanaan kegiatan pengiriman barang melampaui tahun anggaran atas belanja
pengadaan obat Tahun2009 senilai Rp231,06M sehingga pengadaan barang dan jasa tersebut
tidak mencapai sasaran yang diharapkan.
Masih banyak kasus2 ketidakhematan, ketidakefektifan,
dan ketidakefisienan birokrasi yang diindikasikan merugikan APBN/APBD.
Birokrasi kita payah, birokrat nya juga bermasalah...
sangat lemah di sistem pengendalian internnya dan akuntabilitasnya rendah. Padahal
jika pengendalian intern lemah kemudian akuntabilitas rendah sangat membuka
peluang terjadinya mal praktek birokrasi oleh biroktat.
Kasus-kasus kelemahan SPI terjadi krn
pejabat/pelaksana yg bertanggung jawab kurang cermat dlm melakukan perencanaan
dan pelaksanaan tugas. Umumnya kasus2 kerugian daerah, meliputi belanja or
pengadaan barang/jasa fiktif, rekanan pengadaan barang/jasa tdk menyelesaikan
pekerjaan, kekurangan volume pekerjaan, kelebihan pembayaran selain kekurangan
volume pkrjaan, mark up, penggunaan uang/barang utk kepentingan pribadi, pembayaran
honorarium dan/atauperjalanan dinas ganda serta spesifikasi barang/jasa yang
diterima tidak sesuai dengan kontrak.
Kerugian negara juga meliputi
pembebananbiaya tdak sesuai atau melebihi ketentuan, pengembalian
pinjaman/piutangatau dana bergulir macet, kelebihan penetapan dan pembayaran
restitusi pajak atau penetapan kompensasi kerugian, penjualan/pertukaran aset
daerah tidak sesuai dengan ketentuan dan merugikan daerah, serta kasus
lain-lain yang masih banyak dan selalu terjadi berulang-ulang setiap tahunnya.
Hutang piutang itu menyusahkan.. apalagi kalau
hutang piutang pajak. Piutang pajak pemerintah sangat besar dan kinerja
penagihannya sangat rendah sehingga banyak yang gagal bayar sampai dihapuskan
oleh negara. Dalam laporan kepada DPR, pemerintah mengakui piutang pajak yang
tidak bisa ditagih mencapai Rp46,2 T dari total piutang pjk Rp86,8 T.
Melihat rasio besarnya piutang pajak tak
tertagih dengan total piutang pajak patut dipertanyakan kinerja aparat pajak
dalam menagihnya pengelolaankegiatan penagihan piutang pajak oleh DJP kurang
efektif untuk mendukungoptimalisasi tingkat pencairan piutang pajak realisasi
pencairan piutang pajak untukTahun 2005 s.d. 2008 mengalami penurunan walaupun
masih diatas 80% dari target yang akan ditagih.
Permasalahannya terkait dengan sumber daya
penagihan yaitu kurangnya perhatian dan dukungan DJP pada kegiatan penagihan, dan
pemberian insentif kepada juru sita tidak dihitung berdasarkan realisasi
pencairan piutang pajak dari penagihan aktif. Belum ada mekanismepengajuan
usulan pelatihan juru sita dari KPP sehingga kegiatan penagihanpiutang pajak
menjadi tidak optimal. Seharusnya DJP harus konsen diupaya penagihan ini karena
melibatkan jumlah uang yang sangat besar. jangan sampai pjk yang seharusnya
masuk ke kas negara menguap begitu saja. apalagi profesi jurus sita dan petugas
penagihan di DJP sangat tidak diminati oleh pegawai pajak.
PT RNI (Persero), pengadaan barang dan
jasa senilai Rp106,88 M dan USD2.38 juta pada PT Rajawali I belum sepenuhnya
sesuai ketentuanpengadaan barang dan jasa sehingga kewajaran harga barang dan
jasa yang dibeli tidak dapat diyakini.
Penyertaan PT PG Rajawali I (anak
perusahaan PT RNI) pd PT Kebun Grati Agung senilai Rp6,54 M (80%) merugikan
PTRNI karena PT KGA dibubarkan.
No comments:
Post a Comment