"Perbedaan Strategi Penyidikan KPK Terhadap Kasus Simulator SIM & Hambalang" by @STNatanegara pada link http://chirpstory.com/li/16046
Saya akan kultwitkan perbandingan penanganan kasus
Hambalang dengan Simulator Polri yang bertolak belakang.
Tidak adil rasanya beberapa hari ini kita hanya
mengkritik Kepolisian habis-habisan. Walaupun Polri sedang ditimpa “musibah”
dengan terbongkarnya kasus korupsi simutor SIM dan semua perhatian masyarakat
serta media mengarah kesana tetap saja kita tidak boleh lupa dengan kasus
lainnya yang lebih besar dan lebih memerlukan perhatian dari kita semua.
Begitu hebohnya pemberitaan Kasus dugaan Korupsi di
tubuh Polri yg sedang disidik oleh KPK. Jendral DS dan jendral DP menutupi nama
AU dan AM yg sering disebut-sebut Nazarudin di berbagai kesempatan. Sehingga
dugaan mega proyek hambalang nyaris hilang dari sejumlah Media Nasional. Nilai
proyek pengadaan Simulator Sim mabes Polri 196 Milyar, mengalahkan Nilai
Hambalang yang Triliunan Rupiah. Pastinya, pemeriksaan terhadap AU dan AM akan
terhenti. Karena, KPK fokus terhadap dugaan Korupsi yang melanda Intitusi Polri
tersebut.
Bupati Buol dan Hartati tak juga menutupi Hambalang.
Akan tetapi, dugaan korupsi di tubuh Polri menyihir jutaan penduduk Indonesia. Dan
ada sedikit prasangka, bahwa Hambalang dan Wisma Atlet akan terhenti di Anggie
walaupun ini kekhawatiran saya secara pribadi.
Kasus simulator SIM ini muncul disaat kasus Hambalang
dan Wisma Atlit mulai menunjukkan perkembangan pada tersangka baru. Anas
Urbaningrum yang sering disebut-sebut para tersangka akhirnya ikut diperiksa.
Tak terkecuali juga sang Menteri dari Demokrat Andi M. Kasus Hambalang telah
memeriksa 70 orang saksi, tetapi baru satu yang ditetapkan menjadi tersangka
yaitu pejabat pembuat komitmen proyek.
Pertanyaannya, mengapa KPK berlarut2 dan amat hati2
dibandingkan perkara Nazaruddin atau cek pelawat yg melibatkan petinggi partai
lain?
Pimpinan KPK lebih mengikuti prinsip kerja memakan
“bubur panas” alias dari pinggiran kemudian menuju ke pusat kekuasaan. Mirip
yang dilakukan oleh Polri dalam menyidik kasus Simulator SIM. Prinsip kerja
tersebut keliru digunakan terhadap kasus korupsi yang termasuk kejahatan luar
biasa dan cara kerja tersebut hanya cocok digunakan untuk kejahatan yang
tergolong biasa.
Penyidikan Hambalang dimulai setelah KPK menetapkan
tersangka Dedi Kusdinar, eselon 2 dari kementrian pemuda dan olahraga. Johan
Budi dan Bambang Widjojanto kompak menyatakan, KPK menggunakan strategi anak
tangga dalam penyidikan ini.
Pertama2 ditetapkan tersangka dari pejabat paling
bawah (anak tangga 1), penetapan pejabat puncak tangga menyusul kapan-kapan. Dedi
Kusdinar diharapkan bersuara lantang dan KPK dapat menggunakan keterangan
tersebut untuk menyidik pejabat yang lebih tinggi
Bertolak belakang dengan Hambalang, dalam penyidikan
simulator SIM, KPK hanya memeriksa tidak sampai 5 orang saksi, dan langsung
menetapkan pejabat tertinggi Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo dan
wakilnya Brigjen Didik Purnomo sbg tersangka. Kakorlantas dan Wakakorlantas
bisa jadi adalah tangga (anak tangga) terakhir dalam kasus korupsi simulator
SIM ini.
Saksi yang tidak sampai 5 orang itu,
kebanyakan dari pelapor, Bambang Sukotjo, yg saat ini menjadi pesakitan di Rutan
Kebon Waru Bandung, Bambang Sukotjo meradang, ia tidak mau sengsara sendiri, ia
tahu kue simulator SIM dinikmati ramai2 dari Jenderal sampai komisaris polisi,
KPK tidak boleh berhenti pada “anak-anak
tangga” sebagaimana pernah diungkapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Setiap
anak tangga didaki hingga puncak kasus megakorupsi itu karena dugaan korupsi
Hambalang menjadi perhatian masyarakat. Petunjuk keterlibatan elite politik dan
kekuasaan yg diungkapkan Nazaruddin dan Ignatius Mulyono tidak mungkin lagi
disepelekan.
Sebenarnya saat ini bahkan sudah ada lebih
dari dua alat bukti yang diperlukan yaitu keterangan saksi (70 orang);
keterangan ahli; hasil audit investigatif BPK RI atau BPKP, dan keterangan ahli
hukum pidana ditambah bukti berupa dokumen-dokumen yg telah diperoleh dari
hasil penggeledahan dan keterangan saksi atau tersangka dari hasil penyadapan.
Untuk 2 kasus ini, strategi penyidikan
yang dipakai KPK bertolak belakang. Kita sulit percaya dengan alasan KPK
menggunakan strategi anak tangga dalam penyidikan Hambalang. Jika memang sudah
ditemukan 2 alat bukti yang cukup, segera saja tetapkan tersangka anak2 tangga yang
teratas seperti Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum, jangan lupakan juga
sesmenpora Wafid Muharam. Wafid Muharam harus di interogasi lebih mendalam, ia
pasti tahu seluk beluk korupsi hambalang, karena waktunya yg sama dg wisma
atlet dan karena ada isu kalau Wafid sudah “deal” untuk pasang badan bagi sang
menteri. Jika tidak ditetapkan tersangka saat ini juga, lambat laun publik akan
lupa, KPK juga jadi lupa. Anas Urbaningrum dan Andi Malarangeng akan menari
berpasangan merayakan kebebasannya.
Dalam pemeriksaan di KPK, Ignatius mengaku
diminta Anas Urbaningrum,untuk membereskan sertifikat tanah Hambalang ke BPN. Jangan
hanya mahir mengungkap kasus dugaan korupsi besar, tetapi gagal menuntaskan
sampai ke akar2ny dan semua yang terlibat terungkap. Jika dicermati, penanganan
kasus Hambalang ini hampir mirip dengan model penanganan kasus sogok pemilihan
Deputi Gubernur Senior BI. Proses penanganan kasus pemilihan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia 2004 juga masih menyisakan pertanyaan misterius karena
belum bisa mengungkap cukong besarnya yang memfasilitasi dana begitu besar
untuk menyogok anggota DPR agar memilih Miranda.
Perubahan dan penggunaan anggaran dari
Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun dipastikan dapat melibatkan banyak pihak, baik
dari kalangan politikus Senayan, utamanya Badan Anggaran (Banggar) DPR,
Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta pihak rekanan. Selain itu perlu didalami
peran Kementerian Keuangan karena anggaran tidak mungkin disetujui tanpa
sepengetahuan Menteri Keuangan.
Dua kasus ini, Hambalang dan Simulator SIM
patut segera diselesaikan oleh KPK agar segera terang benderang siapa yang
salah dan terlibat agar pihak2 yang merasa tidak bersalah dan dirugikan dengan
pemberitaan media dapat tersenyum lega. Dukungan dari rakyat sangat dibutuhkan
mengingat perlawanan dari pihak2 yang terlibat sangat terasa terutama dari
Polri.
Ketika korupsi di Polri maupun Kejaksaan
diobok-obok oleh KPK, maka dijamin KPK akan mengalami kesulitan luar biasa dan
sangat merugikan. Urgen utk menghidupkan kembali ide agar KPK merekrut secara
otonom penyidik dan penuntut dr luar institusi yg akan diberantas korupsinya. Semoga
semuanya segera sadar bahwa , “Sang Hakim” maha mendengar, maha tahu dan maha
segalanya.
Demikian kultwit singkat dengan harapan
semoga membuat kita tidak terlena dengan euforia permainan buaya sehingga lupa
akan Hambalang. STNatanegara 05/Aug/2012 09:19:33 AM PDT
No comments:
Post a Comment