Saturday, August 4, 2012

BLUNDER KASUS CICAK VS BUAYA JILID II


Catatan ini diambil dari 

"Blunder Kasus Cicak Versus Buaya"

 by @STNatanegara pada link http://chirpstory.com/li/15712

Jika sebuah institusi rawan atau bahkan mengidap kompilasi penyakit stadium 5 bernama kejahatan istimewa (extra ordinary crime) bagaimana mungkin institusi itu masih kapabel untuk diandalkan melawan dan memberantas kejahatan terutama kejahatan kerah putih?.
Kasus rekening gendut dan mafia pajak merupakan sampel kasus yg tdk terselesaikan sebelum kasus Korlantas yang melibatkan petinggi Polri.
Kasus di wilayah Korlantas yang melibatkan beberapa oknum Polri itu masihlah sampel kecil. Bukan tdk mungkin yg gurita jauh lebih banyak. Pengedaran narkoba, korupsi, pembalakan hutan (illegal logging), illegal fishing, dan kejahatan bernilai `uang besar' lainnya sbg contoh.
Irjen Pol Drs Djoko Susilo, mantan Kakorlantas, dikenal sebagai perwira tinggi Polri, calon Kapolri di masa datang dg karir cemerlang. Irjen Djoko Susilo telah telanjang mata berbuat korupsi dengan menguntungkan bukan hanya pribadinya selaku pejabat negara (Kakorlantas). Ia juga telah menguntungkan orang lain sehingga negara dirugikan ratusan miliar rupiah. Ditukar dengan barang yang diragukan kualitasnya. Perbuatan Djoko sebagai pelaku korupsi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Polri membiarkan kasus yang terlihat jelas ini berlangsung begitu saja di tengah masyarakat sehingga di "ambush" dengan mudahnya oleh KPK. Polri terkaget-kaget setelah Djoko Susilo yang saat ini menjabat Gubernur Akademi Kepolisian dinyatakan sebagai tersangka utama oleh KPK. Walaupun Polri menyebut dirinya sudah menangani kasus ini sejak Februari lalu, tapi banyak kalangan meragukan klaim ini krn tdk ada bukti. Jika benar, berarti barang bukti atas kasus ini yg diperebutkan dengan KPK di kantor Korlantas Polri selama dua hari, tidak akan terjadi. Bukti itu dipastikan sudah berada di Bareskrim Mabes Polri sejak lama. kenyataannya barang bukti tersebut masih berada di Kakorlantas. Sehingga, patut dapat diduga oleh masyarakat dan beberapa kalangan bahwa penanganan kasus ini baru saja berlangsung beberapa hari sebelum kasus ini diumumkan ke publik oleh KPK bahwa irjen Djoko Susilo sebagai tersangka pelaku korupsi.
Begitu kelihatannya jika polri "berang" dengan sepak terjang KPK yang memporak-porandakan nama korps korlantas. bahkan Kabareskrim. Terlihat begitu emosional ketika mengumumkan bahwa bareskrim polri tetap menyidik kasus ini. Begitu seringnya kabareskrim berkata "saya" dibanding "kami" ketika dihadapan wartawan. padahal kabareskrim mewakili institusi bukan atas nama pribadi.
Keterkejutan publik atas paniknya polri disusul dengan keterkejutan lainnya. polri demikian cepatnya menahan tersangka yang diumumkan. Empat nama TSK yang ditahan itu adalah Brigjen Pol Didik Purnomo, AKBP Teddy Rismawan, Kompol Legimo, dan Dirut PT CMMA Budi Susanto.
Seorang mantan perwira tinggi Polri merasa Polri sekarang masih seperti di zamannya dulu, sering mengecoh masyarakat. Lebih aneh lagi dalam pengusutan kasus ini yang dilakukan Polri, sasaran pelaku hanya Wakil Kakorlantas Brigjen Pol Drs Didik Purnomo Msi. Padahal KPK telah menetapkan bahwa sasaran pelaku adalah sang jenderal berkarir cemerlang dan calon kapolri masa depan Irjen Djoko Susilo. Penyidik KPK menyatakan Djoko Susilo sebagai TSK krn menyasar kepada petinggi Polri lainnya yg diduga juga menikmati hasil korupsi ini. Sedangkan Penyidik Polri menetapkan Brigjen Pol Didik Purnomo sebagai tersangka utama karena yang bersangkutan diketahui tidak bisa menunjukkan siapa atasannya yang terlibat lebih jauh dalam kasus ini. inilah dugaan yang berkembang di tengah masyarakat.
Spa pun yang akan dikerjakan oleh penyidik Polri dalam mengusut kasus ini, dpt dipastikan hanya lima orang yang dijadikan tersangka. Tidak akan ada lagi jenderal polisi yang terlibat di dalamnya seperti yang beredar bahwa kasus ini akan menyentuh wakapolri dan irwasum.
Jika mengikuti perkembangan kasus ini lewat KPK, mereka bisa meyakini bahwa ke depan ada tersangka baru dalam kasus ini. Mereka yang akan dijadikan tersangka baru kemungkinan adalah mantan atasan Djoko Susilo sewaktu ia menjabat Kakorlantas. Selain tersangka DS, seorang jenderal berbintang *** diduga juga ikut menerima pemberian dari pengusaha.  Siapa dia? publik sdh bisa tebak.
Berdasarkan keterangan Pengacara Bambang Sukoco, Pimpinan PT. Inovasi Teknologi, Erick S. Paat, mengaku kliennya pernah menyetor Rp 4 M ke sekretaris pribadi Kakorlantas dan Rp 16 M ke rekening Primer Koperasi Polisi (Primkoppol). Yg menjadi pertanyaannya, Sisa kurang lebih 100 M nya dikemanakan ya ?
Pabrik simulator SIM beralamatkan di Jalan Gempol Sari No.89, RT 4 RW 2, Cigondewah Kaler, Bandung Kulon, Bandung, Jawa Barat. Pabrik simulator surat izin mengemudi (SIM) yang melayani pesanan Korlantas Polri sudah "mati" sejak tujuh bulan lalu. Manajemennya sudah tdk ada. Karyawannya juga tdk ada. cuma ada satpam saja menjaga bangunan berbentuk tempat tinggal ni setiap harinya.
Kuat dugaan bahwa KPK juga menemukan indikasi korupsi kasus lain ditempat yang sama karena selain bukti2 kasus simulator sim, KPK juga membawa bukti2 yang tdk ada hubungannya dengan kasus simulator SIM. mungkin ini juga yang ditakutkan oleh Polri. jika benar ditemukan  kasus lainnya ditempat yang sama, bisa "rontok" bintang2 dijajaran Polri.
Sentral carut marutnya kasus ini ada di tangan Kabareskrim Mabes Polri Komjenpol Drs Sutarman. Bahkan cenderung beliau melakukan blunder. Pertama, saat menghalang-halangi penyitaan yang dilakukan KPK di Markas Korlantas Mabes Polri, Kedua, saat ngotot meneruskan penyidikan kasus korupsi di Korlantas Mabes Polri sedangkan penyidikan itu telah ditangani KPK. bisa jadi tidak lama lagi blunder ini akan membuat Komjen Sutarman kehilangan jabatannya sebagai Kabareskrim Polri. Selanjutnya mari kita nikmati saja adegan demi adegan perang "bintang" yang masih akan berlangsung lebih seru.....
Ada 6 alasan yg membolehkan KPK mengambil alih dalam pasal 9 UU KPK, salah satunya karena proses penyidikan itu dianggap berlarut-larut. Polri sesuai pengakuannya telah sejak beberapa bulan lalu menyelidiki, namun belum juga menemukan indikasi korupsi bukankah ini berlarut-larut?
Ibarat pertandingan tentunya harus ada wasitnya. hanya saja kali ini siapakah wasitnya? apakah SBY ataukan natinya MK? SBY sebagai Presiden yang sekaligus “atasan” Kapolri, bisa berinisiatif menengahi, dengan tetap berpegang pada hukum dan patuh pada UU. Mestinya SBY bisa memerintahkan Kapolri untuk legowo dan menyerahkan kepada KPK untuk menyidik dugaan korupsi yang ada di instansinya. Bukankah ini sejalan dengan semangat reformasi Polri dan juga slogan SBY untuk berdiri paling depan sebagai Panglima melawan korupsi?.
Walaupun Kapolri telah menonaktifkan Irjen Djoko dan brigjen Didik, tetap saja belum memuaskan publik. apalagi dengan pertunjukan arogan yang ditunjukkan oleh Polri dengan menghalangi dan menghambat penyidikan oleh KPK. bahkan mengintimidasi KPK.
Terakhir, dengan absensnya SBY, bisa jadi kasus inipun hanya dijadikan sebagai pengalihan isu atas maju pesatnya penyidikan hambalang! KPK harus memulai memikirkan untuk membentuk Tim Reaksi Cepat yang dipersenjatai. Biar tdk kalah cepat terus di lapangan...

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...