Saturday, October 20, 2012

Indonesia Darurat Narkoba


Kasus Novie masih ramai saja... tetapi sama sekali tidak menyentuh ke narkoba yang ikut menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut.
Narkoba terutama Inex apabila dikonsumsi berlebihan memang seringkali menyebabkan halusinasi atau sering disebut dengan parno. Saat kita berhalusinasi dapat membuat seseorang kehilangan kesadaran bahkan sampai tidak mengenali siapa2 saja yg ada disekelilingnya. Saat dalam kondisi terpengaruh inex apabila mendapatkan tekanan psikologis akan membuat kondisi pemakai makin parno. Ketakutan, seperti orang gila atau mengaku mendengar bisikan2 gaib adalah wajar dialami seseorang yang sedang dalam pengaruh inex. Tidak sedikit pula yang akhirnya harus meregang nyawa karena over dosis dalam mengkonsumsi narkoba.
Keinginan untuk mengkonsumsi narkoba membuat seseorang akan rela mendatangi tempat2 dimana narkoba akan mudah didapatkan. Di Jakarta banyak sekali tempat dimana seseorang mudah mendapatkan narkoba.. seperti dikawasan gajah mada, hayam wuruk dan mangga besar. Selain narkoba, alkohol pun sangat mudah didapatkan di tempat2 hiburan dikawasan tersebut... Jaringan pengedar narkoba sendiri tumbuh kuat di tempat2 hiburan tersebut dan kini mulai menyusupkan orang2nya di birokrasi pemerintahan.
Melihat jaringan narkoba yg dibiarkan tumbuh dan menguat, di kemudian hari kita pasti menemui kesulitan untuk mengendalikannya. Semestinya kita mulai belajar dari Meksiko, dimana jaringan narkoba di negara itu bahkan bertekad melumpuhkan pemerintahan negaranya. Jaringan narkoba di Meksiko bahkan tega membunuh pejabat pemerintah pusat maupun daerah, jika menjadi penghalang jaringan narkoba. Untuk menyebarkan teror dan rasa takut, jaringan narkoba di Meksiko bahkan membunuh warga sipil, anak-anak, dan wanita, dengan cara kejam. Perang antar jaringan narkoba atau kartel narkoba di Meksiko bahkan sudah seperti perang antar negara yang melibatkan persenjataan militer. Pemerintah Meksiko kesulitan mengendalikannya bahkan Meksiko mengerahkan angkatan bersenjata untuk memerangi kartel-kartel narkoba.

Tentu kita tidak ingin jaringan narkoba di negara kita semakin menguat dan memiliki kekuatan bersenjata seperti yang ada di Meksiko. Apabila tidak dilakukan upaya yang maksimal sedari sekarang bisa saja Indonesia suatu hari nanti menjadi Meksiko di Asia Tenggara. Melihat trend perkembangan jumlah pemakai dan jumlah penangkapan narkoba memang ada yang meramalkan Indonesia pun akan seperti Meksiko.
Data yang dirilis BNN sampai sekarang jumlah korban meninggal dunia akibat mengonsumsi narkoba di Indonesia sudah 50 orang per hari. Satu contoh saja di Pegangsaan dan Menteng, jumlah korban meninggal dalam 10 tahun terakhir tercatat 281 pecandu narkoba.
Tidak sedikit pula birokrat yang kedapatan mengkonsumsi narkoba.. seperti pemberitaan belakangan ini yang menimpa seorang hakim. Jika seorang hakim mengkonsumsi narkoba, keadilan macam apa yang kita harapkan dari hakim yang seperti ini?. Kabar tak sedap juga menimpa Istana dimana salah seorang asisten staf khusus diduga mengkonsumsi narkoba walaupun dibantah pihak istana. Pemberitaan tentang PNS dan Anggota DPRD yang tertangkap mengkonsumsi narkoba juga seringkali menghiasi media-media kita.
Walaupun upaya pemberantasan narkoba telah dilakukan oleh BNN dan Polri tetapi seperti percuma ketika mereka masih bisa 'hidup' di penjara. Apa yang terjadi di penjara2 kita sudah mencerminkan betapa narkoba itu sudah menjangkiti birokrasi pemerintahan terutama pegawai penjara. Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya menangkap pengendali dan pengedar sabu-sabu di dalam Rutan Cipinang pada bulan Juli 2012. Polda Metro melakukan penangkapan tersangka berinisial WW dan AN, polisi juga menangkap sipir Rutan Cipinang bernama Yogi. Barang bukti yang didapatkan adalah 200gram Sabu siap diedarkan dan beberapa telepon genggam, blackberry dan Ipad... Anehnya setelah tahu salah satu sipirnya yang bernama Yogi tertangkap, pihak Kemenkumham tidak melakukan test urine terhadap sipir lainnya.
Tidak hanya itu, sebulan sebelumnya tidak kurang sampai orang nomor 1 di BNN dan Kemenkumham turun langsung menjemput tersangka narkoba. Penjemputan dilakukan di Rutan Cipinang pada tengah malam atas terpidana yang merupakan pengendali pengiriman narkoba lewat kargo laut. Ketiga terpidana tersebut diduga yang memiliki sekitar 1,4 juta butir ektasi yang tertangkap BNN dari tangan oknum TNI. Oknum TNI yang tertangkap tersebut awalnya mengaku sebagai anggota salah satu badan intelijen tetapi ternyata hanya pengelola koperasi.
Peristiwa yang lebih besar terjadi pada bulan Maret 2011 dimana BNN berhasil menangkap Kepala LP Narkotika Nusakambangan, Marwan Adli. Bersama dengannya ditangkap pula Kepala Pengamanan LP Iwan Syaefuddin, dan Kepala Seksi Bina Pendidikan Fob Budhiyono. Mereka ditangkap karena terbukti menyalahgunakan jabatan dengan memberikan kemudahan pada bardar narkoba bernama Hartoni berbisnis narkoba.
Saya sendiri pun kini meyakini bahwa Indonesia sedang dilanda bencana narkoba... kini kita sedang memasuki fase darurat narkoba.. Wakil Rakyat, PNS, Pejabat, Artis, LSM, Istana, Hakim, Jaksa, Polisi dan rakyat biasa sudah menjadi korban ganasnya serangan narkoba.
Dari sekarang kita bersama-sama harus berusaha memberantas narkoba agar tidak semakin meluas dan menguat hingga mustahil diberantas lagi. Pemberantasan narkoba adalah suatu keharusan, suatu keniscayaan. Tantangan, dan risikonya adalah konsekuensi dari perjuangan. Yang negara ini hadapi sekarang adalah pebisnis narkoba dan jaringan mafianya. Seberat apa pun risikonya tidak boleh mundur selangkah pun. Musuh kita bersama adalah mafia yang mengendalikan bisnis haran dengan nilai transaksi mencapai Rp48-50 triliun per tahun.
Diperkirakan sepanjang 2011, ada 49,5 ton sabu, 147 juta ekstasi, 242 ton ganja, dan hampir 2 ton heroin yang lepas pengawasan petugas.
Sampai sekarang petugas/aparat keamanan belum mampu mencegah penyelundupan narkotika dari luar negeri yang dilakukan sindikat internasional. Narkoba mudah masuk karena pengawasan di pantai, pelabuhan, bandara, oleh aparat kita masih lemah. Mudahnya narkoba masuk ke negara kita tentu saja mempercepat rusaknya mental generasi muda kita yang menjadi konsumen terbesar narkoba.
Data resmi menyebutkan bahwa jumlah pengguna narkoba di Indonesia pada 2012 ini sekitar 5 juta orang dan pengguna terbanyak usia 20-34 tahun. Dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar mencapai 4,7% dari jumlah pelajar dan mahasiswa, atau sekitar 921.695 orang. Sungguh sudah sangat mengkhawatirkan tetapi anehnya kalau tidak bisa disebut sialnya, Pemerintah seolah-olah tidak peduli akan kondisi ini.
Pemberantasan narkoba yang selama ini didengungkan pemerintah seperti omong kosong alias pepesan kosong melihat fakta di lapangan. Banyaknya oknum petugas yang juga menjadi pecandu narkoba seakan-akan melengkapi bumbu pepesan kosong yang dijajakan oleh pemerintah. Tetap saja pepesan kosong dan omong kosong pemberantasan narkoba padahal Indonesia juga telah ikut meratifikasi Konvensi Wina. Seharusnya pemerintah paham betul bahwa Narkoba kejahatan luar biasa, sebab dampaknya sangat besar untuk kelangsungan hidup generasi bangsa.
Grasi terhadap Deni Satia Maharwan danMerika Pranola oleh Presiden adalah bukti tidak seriusnya pemerintah dalam memerangi narkoba. Kejahatan narkoba merupakan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), maka harus dilawan dengan ordinary pula, salah satunya hukuman mati. Narkoba tidak ada bedanya dengan Korupsi dan Terorisme... maka apabila kita berteriak koruptor dihukum mati kenapa tidak bagi bandar narkoba.
Sepertinya Presiden tidak mengetahui bahwa setiap hari 50 dari warganya telah meninggal dunia akibat kecanduan narkoba.. Beliau juga tidak tau bahwa 5 juta warganya telah menjadi pecandu narkoba dan Triliunan uang rakyatnya dibelanjakan untuk membeli narkoba. Beliau juga sepertinya tidak tau bahwa jaringan narkoba mampu mengendalikan aparta dan petugas serta mempengaruhi penyidikan. Seharusnya Presiden giat melakukan sosialisasi dan merangkul masyarakat agar proaktif mencegah peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya menjadi pemimpin dalam pemberantasan Korupsi tetapi selayaknya juga terdepan dalam pemberantasan Narkoba. Obral grasi terhadap terpidana narkoba tak boleh diteruskan. jika tidak ingin Indonesia terperangkap dalam situasi darurat narkoba. Pemerintah harus konsisten menjaga prinsip yang selama ini dikampanyekan, bahwa narkoba adalah musuh bersama (common enemy).
Padahal dulu para bandar sangat hati-hati dan sembunyi-sembunyi untuk memasukkan narkoba melalui jalur “pelabuhan tikus”. Kini mereka dengan lihainya mampu memasukkan narkoba dalam jumlah besar melalui pintu masuk utama ke negara ini.
Sebenarnya ada tiga hal yang menyebabkan jaringan narkoba international begitu bernafsu mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia. Pertama, penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa adalah pasar potensial dan kini sebesar 4% penduduk Indonesia terlibat narkoba. Kedua, harga jual narkoba di Indonesia lebih tinggi 1000% contohnya sabu dari Iran seharga 200juta/kg dapat dijual 2M/kg di Indonesia. Nilai bisnis yang sedemikian besar ini membuat jaringan narkoba internasional tidak akan pernah jera melakukan penyelundupan. Ketiga, aparat dan petugas yang doyan disuap menjadi daya tarik bagi bandar internasional untuk ekspansi terus-menerus ke Indonesia.
Awalnya jaringan narkoba dikuasai tiga kelompok, Kelompok lokal menguasai ganja, Indocina menguasai ekstasi, dan Afrika menguasai heroin. Tapi kini makin beragam terdiri dari Nigeria, Timur Tengah, Indocina, Filipina, Taiwan, Italia, Potugal, Spanyol, Amerika, Irak, dan Iran.
Langkah radikal harus dilakukan apabila tidak ingin Indonesia makin jatuh dibawah kekuasaan Narkoba...
Segera eksekusi bandar yang sudah dijatuhi hukuman mati agar jadi shock therapy bagi bandar lain yang mencoba masuk ke Indonesia. Terapkan hukuman seberat-beratnya bagi pengedar dan bandar yang tertangkap, bila perlu hukuman mati menjadi sebuah keharusan. Terapkan hukuman seberat-beratnya kepada aparat yang terlibat bisnis narkoba ataupun berkolusi dengan bandar narkoba jika perlu hukuman mati. Lakukan pengawasan terhadap aparat di bandara, pelabuhan, polisi, jaksa, hakim, dan lapas agar mereka tdk terlibat dengan bandar narkoba. Tutup tempat hiburan yang sengaja memberi tempat bagi adanya penggunaan dan transaksi narkoba.. dan penjarakan pengelolanya..
Langkah radikal perlu dilakukan karena Indonesia kini sudah pantas disebut sebagai Negeri Darurat Narkoba... Sekian

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...