Kasus Novie masih ramai saja... tetapi sama sekali
tidak menyentuh ke narkoba yang ikut menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut.
Narkoba terutama Inex apabila dikonsumsi berlebihan
memang seringkali menyebabkan halusinasi atau sering disebut dengan parno. Saat
kita berhalusinasi dapat membuat seseorang kehilangan kesadaran bahkan sampai
tidak mengenali siapa2 saja yg ada disekelilingnya. Saat dalam kondisi
terpengaruh inex apabila mendapatkan tekanan psikologis akan membuat kondisi
pemakai makin parno. Ketakutan, seperti orang gila atau mengaku mendengar
bisikan2 gaib adalah wajar dialami seseorang yang sedang dalam pengaruh inex. Tidak
sedikit pula yang akhirnya harus meregang nyawa karena over dosis dalam
mengkonsumsi narkoba.
Keinginan untuk mengkonsumsi narkoba membuat seseorang
akan rela mendatangi tempat2 dimana narkoba akan mudah didapatkan. Di Jakarta
banyak sekali tempat dimana seseorang mudah mendapatkan narkoba.. seperti
dikawasan gajah mada, hayam wuruk dan mangga besar. Selain narkoba, alkohol pun
sangat mudah didapatkan di tempat2 hiburan dikawasan tersebut... Jaringan
pengedar narkoba sendiri tumbuh kuat di tempat2 hiburan tersebut dan kini mulai
menyusupkan orang2nya di birokrasi pemerintahan.
Melihat jaringan narkoba yg dibiarkan tumbuh dan
menguat, di kemudian hari kita pasti menemui kesulitan untuk mengendalikannya. Semestinya
kita mulai belajar dari Meksiko, dimana jaringan narkoba di negara itu bahkan
bertekad melumpuhkan pemerintahan negaranya. Jaringan narkoba di Meksiko bahkan
tega membunuh pejabat pemerintah pusat maupun daerah, jika menjadi penghalang
jaringan narkoba. Untuk menyebarkan teror dan rasa takut, jaringan narkoba di
Meksiko bahkan membunuh warga sipil, anak-anak, dan wanita, dengan cara kejam. Perang
antar jaringan narkoba atau kartel narkoba di Meksiko bahkan sudah seperti
perang antar negara yang melibatkan persenjataan militer. Pemerintah Meksiko
kesulitan mengendalikannya bahkan Meksiko mengerahkan angkatan bersenjata untuk
memerangi kartel-kartel narkoba.
Tentu kita tidak ingin jaringan narkoba di negara kita
semakin menguat dan memiliki kekuatan bersenjata seperti yang ada di Meksiko. Apabila
tidak dilakukan upaya yang maksimal sedari sekarang bisa saja Indonesia suatu
hari nanti menjadi Meksiko di Asia Tenggara. Melihat trend perkembangan jumlah
pemakai dan jumlah penangkapan narkoba memang ada yang meramalkan Indonesia pun
akan seperti Meksiko.
Data yang dirilis BNN sampai sekarang jumlah korban
meninggal dunia akibat mengonsumsi narkoba di Indonesia sudah 50 orang per hari.
Satu contoh saja di Pegangsaan dan Menteng, jumlah korban meninggal dalam 10
tahun terakhir tercatat 281 pecandu narkoba.
Tidak sedikit pula birokrat yang kedapatan
mengkonsumsi narkoba.. seperti pemberitaan belakangan ini yang menimpa seorang
hakim. Jika seorang hakim mengkonsumsi narkoba, keadilan macam apa yang kita
harapkan dari hakim yang seperti ini?. Kabar tak sedap juga menimpa Istana
dimana salah seorang asisten staf khusus diduga mengkonsumsi narkoba walaupun
dibantah pihak istana. Pemberitaan tentang PNS dan Anggota DPRD yang tertangkap
mengkonsumsi narkoba juga seringkali menghiasi media-media kita.
Walaupun upaya pemberantasan narkoba telah
dilakukan oleh BNN dan Polri tetapi seperti percuma ketika mereka masih bisa
'hidup' di penjara. Apa yang terjadi di penjara2 kita sudah mencerminkan betapa
narkoba itu sudah menjangkiti birokrasi pemerintahan terutama pegawai penjara. Direktorat
Narkoba Polda Metro Jaya menangkap pengendali dan pengedar sabu-sabu di dalam
Rutan Cipinang pada bulan Juli 2012. Polda Metro melakukan penangkapan tersangka
berinisial WW dan AN, polisi juga menangkap sipir Rutan Cipinang bernama Yogi. Barang
bukti yang didapatkan adalah 200gram Sabu siap diedarkan dan beberapa telepon
genggam, blackberry dan Ipad... Anehnya setelah tahu salah satu sipirnya yang
bernama Yogi tertangkap, pihak Kemenkumham tidak melakukan test urine terhadap
sipir lainnya.
Tidak hanya itu, sebulan sebelumnya tidak
kurang sampai orang nomor 1 di BNN dan Kemenkumham turun langsung menjemput
tersangka narkoba. Penjemputan dilakukan di Rutan Cipinang pada tengah malam
atas terpidana yang merupakan pengendali pengiriman narkoba lewat kargo laut. Ketiga
terpidana tersebut diduga yang memiliki sekitar 1,4 juta butir ektasi yang
tertangkap BNN dari tangan oknum TNI. Oknum TNI yang tertangkap tersebut
awalnya mengaku sebagai anggota salah satu badan intelijen tetapi ternyata
hanya pengelola koperasi.
Peristiwa yang lebih besar terjadi pada
bulan Maret 2011 dimana BNN berhasil menangkap Kepala LP Narkotika
Nusakambangan, Marwan Adli. Bersama dengannya ditangkap pula Kepala Pengamanan
LP Iwan Syaefuddin, dan Kepala Seksi Bina Pendidikan Fob Budhiyono. Mereka
ditangkap karena terbukti menyalahgunakan jabatan dengan memberikan kemudahan
pada bardar narkoba bernama Hartoni berbisnis narkoba.
Saya sendiri pun kini meyakini bahwa
Indonesia sedang dilanda bencana narkoba... kini kita sedang memasuki fase
darurat narkoba.. Wakil Rakyat, PNS, Pejabat, Artis, LSM, Istana, Hakim, Jaksa,
Polisi dan rakyat biasa sudah menjadi korban ganasnya serangan narkoba.
Dari sekarang kita bersama-sama harus berusaha
memberantas narkoba agar tidak semakin meluas dan menguat hingga mustahil
diberantas lagi. Pemberantasan narkoba adalah suatu keharusan, suatu
keniscayaan. Tantangan, dan risikonya adalah konsekuensi dari perjuangan. Yang
negara ini hadapi sekarang adalah pebisnis narkoba dan jaringan mafianya.
Seberat apa pun risikonya tidak boleh mundur selangkah pun. Musuh kita bersama
adalah mafia yang mengendalikan bisnis haran dengan nilai transaksi mencapai
Rp48-50 triliun per tahun.
Diperkirakan sepanjang 2011, ada 49,5 ton
sabu, 147 juta ekstasi, 242 ton ganja, dan hampir 2 ton heroin yang lepas
pengawasan petugas.
Sampai sekarang petugas/aparat keamanan
belum mampu mencegah penyelundupan narkotika dari luar negeri yang dilakukan
sindikat internasional. Narkoba mudah masuk karena pengawasan di pantai,
pelabuhan, bandara, oleh aparat kita masih lemah. Mudahnya narkoba masuk ke
negara kita tentu saja mempercepat rusaknya mental generasi muda kita yang
menjadi konsumen terbesar narkoba.
Data resmi menyebutkan bahwa jumlah pengguna
narkoba di Indonesia pada 2012 ini sekitar 5 juta orang dan pengguna terbanyak
usia 20-34 tahun. Dengan prevalensi penyalahgunaan narkoba di lingkungan
pelajar mencapai 4,7% dari jumlah pelajar dan mahasiswa, atau sekitar 921.695
orang. Sungguh sudah sangat mengkhawatirkan tetapi anehnya kalau tidak bisa
disebut sialnya, Pemerintah seolah-olah tidak peduli akan kondisi ini.
Pemberantasan narkoba yang selama ini
didengungkan pemerintah seperti omong kosong alias pepesan kosong melihat fakta
di lapangan. Banyaknya oknum petugas yang juga menjadi pecandu narkoba
seakan-akan melengkapi bumbu pepesan kosong yang dijajakan oleh pemerintah. Tetap
saja pepesan kosong dan omong kosong pemberantasan narkoba padahal Indonesia
juga telah ikut meratifikasi Konvensi Wina. Seharusnya pemerintah paham betul
bahwa Narkoba kejahatan luar biasa, sebab dampaknya sangat besar untuk
kelangsungan hidup generasi bangsa.
Grasi terhadap Deni Satia Maharwan danMerika Pranola oleh Presiden adalah bukti tidak seriusnya pemerintah dalam
memerangi narkoba. Kejahatan narkoba merupakan extra ordinary crime (kejahatan
luar biasa), maka harus dilawan dengan ordinary pula, salah satunya hukuman
mati. Narkoba tidak ada bedanya dengan Korupsi dan Terorisme... maka apabila
kita berteriak koruptor dihukum mati kenapa tidak bagi bandar narkoba.
Sepertinya Presiden tidak mengetahui bahwa
setiap hari 50 dari warganya telah meninggal dunia akibat kecanduan narkoba.. Beliau
juga tidak tau bahwa 5 juta warganya telah menjadi pecandu narkoba dan
Triliunan uang rakyatnya dibelanjakan untuk membeli narkoba. Beliau juga
sepertinya tidak tau bahwa jaringan narkoba mampu mengendalikan aparta dan
petugas serta mempengaruhi penyidikan. Seharusnya Presiden giat melakukan
sosialisasi dan merangkul masyarakat agar proaktif mencegah peredaran dan
penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya menjadi pemimpin dalam pemberantasan
Korupsi tetapi selayaknya juga terdepan dalam pemberantasan Narkoba. Obral
grasi terhadap terpidana narkoba tak boleh diteruskan. jika tidak ingin
Indonesia terperangkap dalam situasi darurat narkoba. Pemerintah harus
konsisten menjaga prinsip yang selama ini dikampanyekan, bahwa narkoba adalah
musuh bersama (common enemy).
Padahal dulu para bandar sangat hati-hati
dan sembunyi-sembunyi untuk memasukkan narkoba melalui jalur “pelabuhan tikus”.
Kini mereka dengan lihainya mampu memasukkan narkoba dalam jumlah besar melalui
pintu masuk utama ke negara ini.
Sebenarnya ada tiga hal yang menyebabkan
jaringan narkoba international begitu bernafsu mengendalikan peredaran narkoba
di Indonesia. Pertama, penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa adalah pasar
potensial dan kini sebesar 4% penduduk Indonesia terlibat narkoba. Kedua, harga
jual narkoba di Indonesia lebih tinggi 1000% contohnya sabu dari Iran seharga
200juta/kg dapat dijual 2M/kg di Indonesia. Nilai bisnis yang sedemikian besar
ini membuat jaringan narkoba internasional tidak akan pernah jera melakukan
penyelundupan. Ketiga, aparat dan petugas yang doyan disuap menjadi daya tarik
bagi bandar internasional untuk ekspansi terus-menerus ke Indonesia.
Awalnya jaringan narkoba dikuasai tiga kelompok,
Kelompok lokal menguasai ganja, Indocina menguasai ekstasi, dan Afrika
menguasai heroin. Tapi kini makin beragam terdiri dari Nigeria, Timur Tengah,
Indocina, Filipina, Taiwan, Italia, Potugal, Spanyol, Amerika, Irak, dan Iran.
Langkah radikal harus dilakukan apabila
tidak ingin Indonesia makin jatuh dibawah kekuasaan Narkoba...
Segera eksekusi bandar yang sudah dijatuhi
hukuman mati agar jadi shock therapy bagi bandar lain yang mencoba masuk ke
Indonesia. Terapkan hukuman seberat-beratnya bagi pengedar dan bandar yang
tertangkap, bila perlu hukuman mati menjadi sebuah keharusan. Terapkan hukuman
seberat-beratnya kepada aparat yang terlibat bisnis narkoba ataupun berkolusi
dengan bandar narkoba jika perlu hukuman mati. Lakukan pengawasan terhadap
aparat di bandara, pelabuhan, polisi, jaksa, hakim, dan lapas agar mereka tdk
terlibat dengan bandar narkoba. Tutup tempat hiburan yang sengaja memberi
tempat bagi adanya penggunaan dan transaksi narkoba.. dan penjarakan
pengelolanya..
Langkah radikal perlu dilakukan karena
Indonesia kini sudah pantas disebut sebagai Negeri Darurat Narkoba... Sekian
No comments:
Post a Comment