Sudah 67 tahun Indonesia Merdeka. Selama itu pula
seringkali terjadi gangguan keamanan nasional yang sifatnya global maupun lokal.
Terkait keamanan nasional, UU yang berlaku hingga saat ini adalah UU Keadaan
Darurat tahun 1946 dan dirubah tahun 1959 dan PP nomor 16/1960. Disebabkan
semangat yang dikandung dalam UU Kedaruratan tidak lagi sesuai dengan iklim
demokrasi saat ini, pemerintah menawarkan RUU Kamnas.
Maka kini dapat kita saksikan polemik tentang RUU
Kamnas yang berawal dari niat pemerintah mensinergikan peraturan tentang
keamanan nasional. Saat ini pembahasan RUU Keamanan Nasional masih berlangsung
di DPR dan tak luput pula menjadi bahan diskusi publik. Jika kita amati media
kita, yang terdengar santer adalah suara-suara yang menolak diberlakukannya RUU
Keamanan Nasional menjadi UU. Diantara yang menolak adalah LSM, Mahasiswa,
Universitas, Parpol (Pdip, Hanura, Pks, Gerindra, Golkar) dan Praktisi serta
Akademisi.
Berbagai alasan dikemukakan oleh para penolak RUU
Kamnas ini dan sebagian besar berkaitan dengan klausul berikut:
1.Dewan keamanan punya hak dan kuasa khusus menyadap,
menangkap, memeriksa dan memaksa orang yang dianggap mengganggu keamanan
Nasional. Alasan penolakan klausul ini karena kata mengganggu keamanan akan
dinilai secara subektif oleh kepentingan kekuasaan.
2.Darurat sipil dan darurat militer dianggap tidak
relevan lagi bila acuannya adalah keadaan bahaya. Alasan penolakan
dikhawatirkan bila terjadi keadaan bahaya dan diterapkan UU Kamnas,
penanganannya menggunakan cara militer dan pengekangan.
3.Pasal yang mengatur ancaman potensial dan
nonpotensial diatur dengan keputusan Presiden. Dikhawatirkan keputusan Presiden
hanya melindungi kepentingan kekuasaan semata bukan keputusan yang bertumpu
pada keamanan secara holistik.
4.Kewenangan penyadapan. Tanpa ijin pengadilan berhak
melakukan penyadapan kepada siapa saja yang berpotensi mengganggu keamanan
Nasional. Klausul ini dikatakan sangat bertentangan dengan keadilan (pro
yustitia) dan bertentangan dengan Hak asasi manusia.
5.RUU Kamnas memberikan peran luas kepada badan
intelejen negara(BIN) sebagai penyelenggara Kamnas. Dianggap sebagai kembalinya
orde baru, dimana masyarakat diawasi dan dipantau ketat apakah aktivitas
masyarakat membahayakan Kamnas.
6.Pemberian kewenangan khusus penangkapan dan
penyadapan kepada Tentara Nasional Indonesia(TNI) Dan Badan Intelejen
Negara(BIN). Ini dianggap representatif dari keinginan militer untuk berkuasa
dan keinginan menggunakan militer demi kepentingan kekuasaan dan politik.
Alasan-alasan tersebutlah yang menjadi dasar penolakan
berbagai kalangan yang sekarang giat beropini di media massa baik online maupun
cetak. Tetapi apakah memang seperti yang dikhawatirkankah semangat yang diusung
oleh RUU Keamanan Nasional yang sedang dibahas di DPR?
Apa yang saya sampaikan tentang gerilya kota kelompok
teror telah terjadi di Poso. Kenapa aparat terlambat menyadarinya?
Mau melanjutkan tentang RUU Kamnas, tetapi yang di
Poso sedang 'panas' dan Rohingnya siap-siap menghangat lagi.
RUU Kamnas memiliki paradigma bahwa keamanan nasional
adalah milik rakyat yang bersinergi dengan suatu komunitas nasional. Juga
karena Undang-undang Keadaan Bahaya yang masih berlaku saat ini sejatinya
bertentangan dengan prinsip demokrasi dan Hak Asasi Manusia. RUU Kamnas akan
melibatkan peran warga sipil untuk mengawasi pelaksanaan pengamanan
negara/Keamanan nasional.
Pemerintah juga tidak pernah berniat untuk
mengembalikan hegemoni militer dalam perjalanan berbangsa dan bernegara
sekarang atau masa depan. Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin telah
mengatakan RUU Keamanan Nasional tidak akan membuat TNI kembali ke panggung
politik. RUU Kamnas diperlukan karena memang sampai saat ini justru tidak ada
UU yang mengatur peran dan fungsi strategis lembaga keamanan yang ada. Nantinya
UU Kamnas akan mengatur tentang negara sedang dalam kondisi kontijengsi, baik
yang berskala global maupun nasional/lokal.
UU Kamnas dinilai perlu untuk menjadi landasan hukum
bagi terlaksananya penanganan kondisi kontijengsi dengan sinergi antar komponen
bangsa. RUU Kamnas juga mencakup seluruh elemen keamanan di negara kita di
bawah satu lembaga yang disebut Dewan Keamanan Nasional. RUU Kamnas diharapkan
dapat memperkuat kerjasama TNI-Polri untuk menghadapi ancaman keamanan dan
pertahanan, dari dalam maupun luar negeri. Selama ini dalam prakteknya, UU No.
3/2002 Pertahanan Negara, UU No34/2004 tentang TNI dan UU No.2/2002 tentang
Polri belum bersinergi. Dengan RUU Kamnas diharapkan setiap komponen yang ada
dalam UU sebelumnya, akan dikoordinasikan menjadi kekuatan yang saling
bersinergi.
RUU Kamnas ini hadir sebagai payung dari tiga UU
terkait keamanan nasional yang telah berlaku selama ini. Dengan RUU Kamnas
diharapkan setiap pasal yang saling bertentangan dapat disinkronkan dalam
payung hukum RUU Kamnas. UU Kamnas ditujukan sebagai Undang-undang yang
membentuk sistem dan memang hampir semua negara punya UU Kamnas/national
security sistem. Tujuan akhir RUU Kamnas ini tentu saja adalah keamanan dan
kesejahteraan warga negara walau terlihat kini unsur keamanan yang lebih
dominan.
Walaupun demikian RUU Kamnas yang diajukan pemerintah
belum final. Bahkan di lingkungan pemerintah juga masih ada komponen yang belum
setuju. Yang santer terdengar menyatakan ketidaksetujuannya adalah pihak
Kepolisian/Polri dengan ketakutan kewenangannya terbatasi UU Kamnas. Bahkan
ditiupkan kabar akan adanya pembagian kavling antara Polri dan TNI dalam kaitan
dengan keamanan nasional. Sungguh suara-suara yang sumbang dan terkesan
mempertahankan apa yang selama ini sudah dinikmatinya, tidak mau keluar dari
zona nyaman. Korps baju coklat terlihat khawatir jika RUU Kamnas disahkan, maka
kewenangannya akan hilang, seperti penindakan dan penangkapan. Polri juga
menilai rancangan Undang-undang Kemanan Nasional ini akan membuat kewenangan
polisi dan tentara saling tumpang tindih. Demikian seperti yang disampaikan
oleh Wakil Ketua Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia Irjen Pol
(Purn) Sisno Adiwinoto. Menurut Sisno, Dewan Keamanan Nasional yang akan
dibentuk untuk menangani Kamnas, akan mengacaukan pembagian kewenangan polisi
dan TNI.
Gayung bersambut, tentu saja pandangan Sisno ini
langsung dibantah oleh Ketua Tim Perumus RUU Kamnas Mayjen (Purn) Dadi Sutanto.
Dikatakan bahwa UU Kamnas nantinya menjadi sebuah desain besar bagi keamanan di
dalam negeri yang melibatkan banyak pihak. Kondisi saat ini dimana setiap
instansi saling bertindak sendiri-sendiri dan minim koordinasi akan
disinergikan dengan UU Kamnas.
Sebenarnya tidak ada istilah jatah Polri berkurang
atau jatah TNI bertambah dalam RUU Kamnas yang sedang dibahas di DPR. Baik
Polri maupun TNI sudah diatur sama-sama memiliki kewenangan untuk menjaga
keamanan dan memperkuat pertahanan negara.
Bagaimanapun masalah keamanan adalah sangat krusial
karena keamanan juga menunjang stabilitas nasional yang harus terus dijaga. Stabilitas
nasional sangat diharapkan terjaga karena dibutuhkan oleh perekonomian negara
yang kini sedang berkembang pesat. Pelaku usaha akan sangat bersyukur apabila
negara mampu menghadirkan stabilitas nasional tanpa unsur pengekangan maupun
pemaksaan. Jika perekonomian negara dapat berkembang pesat maka kesejahteraan
masyarakat akan cepat terwujud. Inilah yang juga diusung oleh RUU Kamnas
terutama unsur kesejahteraan selain hanya unsur keamanan.
UU Kamnas diharapkan dapat menjadi kunci dari
persoalan Kemanan Nasional negara kita. UU Kamnas tidak boleh menghalangi
kebebasan individu dalam berkarya dan melakukan aktifitas politiknya. UU Kamnas
juga harus menjamin kebebasan berekspresi bagi setiap individu di Indonesia dalam
bingkai persatuan Indonesia. Diperlukan partisipasi semua pihak untuk selalu
mengawasi dan mengkritisi pembahasan RUU Kamnas. Agar dapat tercipta
Undang-undang yang memang sesuai dengan kebutuhan negara kita dan juga yang
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
Bagi Saya pribadi, dukungan dari masyarakat Indonesia
sangatlah penting guna mensukseskan RUU Kamnas yang bersahabat dengan
demokrasi. Semoga dengan national security system yang baik dapat membuat
negara kita semakin maju dan menjadi negara yang disegani, Sekian.
Source : http://chirpstory.com/li/29643
No comments:
Post a Comment